Sabtu, 15 November 2008

Obama, Harapan Baru Amerika Sebagai Ikon Negara Demokrasi


Barack Hussein Obama adalah fenomenon. Beberapa bulan yang lalu, dia hanyalah seorang senator berkulit hitam biasa yang tidak begitu dikenal, kecuali oleh warga Negara Bagian Illionis yang diwakilinya. Kini, setelah dia ditetapkan secara resmi sebagai calon Presiden Amerika Serikat (AS) dalam Konvensi Nasional Partai Demokrat dan tampil meyakinkan dalam debat calon presiden AS yang disaksikan langsung oleh puluhan juta pasang mata, dia telah menjadi seorang yang paling populer saat ini, tidak hanya di AS, akan tetapi di seluruh dunia. Semua perhatian tertuju padanya. Dunia, terutama dunia ketiga sangat menaruh harapan besar pada figurnya yang demokrat. Dalam sejarah pemilihan presiden AS, belum pernah ada seorang calon presiden AS menjadi begitu diharapkan oleh bangsa-bangsa lain di dunia seperti dirinya. Dengan modal pembawaannya yang tenang, murah senyum, percaya diri, dan kemampuannya dalam berorasi, dia telah menjadi magnit bagi jutaan orang di seluruh dunia.

Apabila Obama terpilih menjadi presiden AS nanti, maka dia akan menjadi simbol pembuktian AS sebagai negara demokrasi (The Real Democratic State), negara yang selama ini telah memosisikan dirinya sebagai polisi demokrasi di dunia. Betapa tidak, dia akan menjadi presiden berkulit hitam pertama di AS. Dia akan menjadi anomali bagi doktrin politik White – Anglo Saxon – Protestant, dimana seorang Presiden AS haruslah seorang warga AS yang berkulit putih, keturunan Inggris, dan beragama kristen protestan. Meski warga AS yang mayoritas berkulit putih itu seharusnya dapat menerimanya sebagai bagian dari mereka karena sesungguhnya dia pun keturunan warga kulit putih. Meski ayahnya seorang pria berkulit hitam, namun dia lahir dari rahim seorang wanita berkulit putih, warga negara AS. Meski di masa kecilnya sempat tinggal di Indonesia, negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia, saat ini Obama adalah seorang penganut kristen protestan yang taat. Oleh karenanya, sungguh naif, apabila masih ada warga AS yang mempersoalkan warna kulit, keturunan dan keyakinan yang dianutnya.

Obama sebagai seorang Sarjana Hukum lulusan Universitas Harvard dan aktivis Partai Demokrat yang gigih memperjuangkan demokrasi, diyakini akan menjadi figur demokrat sejati yang tegas. Dengan latar belakangnya yang penuh dengan warna, lahir di Honolulu, Hawaii dari rahim Ann Dunham, seorang wanita berkulit putih dan ayah kandungnya, Barack Obama Senior, seorang doktor di bidang ekonomi lulusan Harvard yang berkulit hitam, berkebangsaan Kenya dan beragama Islam, sempat tinggal di Indonesia, dididik secara islam oleh ayah tirinya Lolo Soetoro yang orang jawa, dan punya seorang adik perempuan, Maya Soetoro yang bersuamikan Konrad Ng, seorang warga Kanada keturunan Cina, Obama yang menikah dengan Michelle Robinson yang asli Chicago, dan telah dikaruniai dua orang anak perempuan, Malia Ann dan Sasha ini diyakini akan lebih luwes berdiplomasi dalam pergaulannya di dunia internasional dan tidak akan mengalami kesulitan untuk mendekati negara-negara dunia ketiga dan islam yang selama ini banyak dirugikan oleh kebijakan luar negeri AS.

Dengan misinya, Change we can believe in, dia berjanji akan mengubah wajah pemerintahan AS yang saat ini sangat militeristik menjadi sebuah pemerintahan demokratis yang lebih mengedepankan jalur diplomasi dalam kebijakan luar negerinya. Apalagi sejak lama, dia memang dikenal sangat menentang perang Irak yang telah menghabiskan begitu banyak anggaran belanja negara dan menewaskan ribuan tentara AS. Dia juga menyatakan akan mendekati pemimpin negara-negara yang selama ini menentang kebijakan luar negeri AS. Dia juga diyakini akan mampu membawa AS keluar dari krisis ekonomi saat ini.

Pemilihan Presiden AS tidak lama lagi. Bangsa Amerika akan memilih pemimpinnya pada tanggal 4 Nopember 2008. Meski hingga debatnya yang ketiga dengan John McCain, pesaingnya dari Partai Republik, popularitasnya terus mengungguli pesaingnya itu dalam berbagai polling, kita hanya bisa menunggu dan berharap, apakah mereka akan menentukan pilihan yang tepat, pilihan yang akan mengubah wajah AS menjadi negara demokrasi di dalam dan di luar negerinya dan dipuji oleh dunia ataukah tetap menjadi negara yang arogan, militeristik, dan menyeramkan. Mari kita tunggu sambil berdoa. In God we trust.

Adnan, 15 October 2008

4 komentar

Tidak ada komentar: