Seminggu lagi, tepatnya pada tanggal 8 Juli 2009, kita akan melakukan pemilihan umum Presiden Republik Indonesia (Pilpres). Seorang Presiden adalah pemimpin bagi rakyat di negara yang dipimpinnya. Setiap pemimpin tentu mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap bangsa dan negara yang dipimpinnya. Baik-buruknya, maju-mundurnya bangsa dan negara tanggung jawab Presiden selaku kepala negara maupun kepala pemerintahan. Itulah sebabnya kita harus untuk berhati-hati dan tidak salah dalam memilih presiden, karena presiden yang kita pilih nanti akan memimpin negeri ini selama lima tahun ke depan. Oleh karenanya seorang presiden minimal harus memenuhi syarat-syarat pokok seorang pemimpin yang baik, seperti mempunyai kapabilitas, pengetahuan yang memadai, jujur, dan amanah.
Ada tiga pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan menjadi kontestan dalam pilpres kali ini, yaitu pasangan Megawati Soekarno Putri dan Prabowo Subianto (Mega-Pro), pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono (SBY-Boediono), dan pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto (JK-Win). Sebagai manusia, ketiga pasangan tersebut tentu mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, tinggal bagaimana kita menyikapinya dan menentukan pilihan yang mana yang paling mendekati syarat ideal pemimpin bangsa Indonesia.
Kita mulai dengan nomor urut 1, yaitu pasangan Mega-Pro., dengan slogannya : pro rakyat. Kelebihan dari pasangan ini yang patut diacungi jempol ada pada program-program ekonomi kerakyatannya yang sangat berpihak pada rakyat kecil. Mereka bahkan berani untuk melakukan kontrak-kontrak politik langsung dengan kaum petani, nelayan, buruh, pedagang pasar, dan mahasiswa. Program ekonomi kerakyatan yang mereka janjikan ini diyakini merupakan program yang paling cocok untuk rakyat Indonesia yang income perkapitanya masih rendah dan masih tingginya tingkat kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin. Bahkan ekonomi kerakyatan ini sesungguhnya sangat sesuai dengan sila kelima dari dasar negara kita, Pancasila, yaitu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal yang menjadi kekhawatiran adalah adanya keraguan atas kesiapan tim ekonomi mereka dalam implementasi program-program ekonomi kerakyatan mereka nantinya. Suatu pekerjaan yang tidak mudah karena mereka harus melakukan revolusi sistem ekonomi dari sistem ekonomi yang semi-pasar (semi-liberal) ke sistem ekonomi kerakyatan (sosialis) .
Pasangan berikutnya dengan nomor urut 2 adalah SBY-Boediono dengan slogan : lanjutkan. Figur SBY selaku Presiden yang masih menjabat saat ini merupakan kekuatan utama pasangan ini. Bahkan ketika Partai Demokrat secara mengejutkan memenangi pemilu legislatif kemarin, banyak orang – terutama pendukungnya – yang meyakini bahwa dipasangkan dengan siapapun, SBY akan tetap menang. Figur SBY yang kalem, santun, dan religius memang merupakan magnit buat pemilih Indonesia yang secara kultur dan psikologis lebih menyukai orang dengan karakter seperti SBY. Karakter yang sama juga melekat pada diri Boediono. Namun bukan berarti pasangan ini tanpa kelemahan. Sebagaimana yang sering diungkapkan oleh lawan-lawan politiknya, SBY dinilai terlalu berhati-hati bahkan terkesan lamban dalam mengambil keputusan, termasuk untuk hal-hal krusial yang membutuhkan kecepatan dalam pengambilan keputusan. Kelemahan lainnya ada pada track record cawapres-nya Boediono yang dikenal sebagai pengusung aliran ekonomi neoliberal, suatu aliran ekonomi yang mempertuhankan kebebasan individu, kepentingan diri (self interest), dan ekonomi pasar. Aliran yang di negeri asalnya sendiri, Amerika Serikat, sudah mulai ditinggalkan, terutama sejak krisis finansial global. Meski stigma miring tersebut telah berulang-kali dibantah oleh SBY dengan penegasan bahwa pemerintahannya nanti tidak akan menerapkan sistem ekonomi neoliberal ataupun ekonomi komunis atau komando, tetapi ekonomi yang diistilahkannya sebagai sistem ekonomi jalan-tengah.
Pasangan berikutnya dengan nomor urut 3 adalah JK-Win dengan slogannya : lebih cepat, lebih baik. Kekuatan pasangan ini ada pada figur Jusuf Kalla yang saat ini masih menjabat sebagai Wakil Presiden dan Ketua Umum Partai Golkar. Figur mantan pengusaha ini merupakan fenomenon dalam sejarah Wakil Presiden karena perannya yang besar dalam pemerintahan dan bukan sekedar ban serep seperti yang diperankan oleh Wakil Presiden sebelumnya. Sebagai Wakil Presiden, dia dinilai lugas, sangat agresif dan berani dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintahan dengan cepat. Hal tersebut bisa dilihat dari perannya yang besar, baik dalam eksekusi kebijakan politik maupun ekonomi, seperti aktif dan menandatangani Perdamaian Aceh di Helsinki dan keberaniannya untuk tampil pasang badan untuk mengumumkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak populer seperti kenaikan harga BBM misalnya. Dia juga mempunyai pengalaman yang banyak dalam menyelesaikan konflik-konflik lainnya di dalam negeri seperti di Poso dan Ambon. Karakternya yang cepat, lugas, dan tegas dinilai sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia yang saat ini masih tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Kekuatan lainnya tentu ada pada karakter Wiranto. Mantan Panglima ABRI yang tenang dan pandai mengendalikan emosi ini dinilai bisa mengimbangi agresivitas JK. Namun pasangan ini juga dibayang-bayangi oleh kekhawatiran adanya conflict of interest pada bisnis anggota keluarga JK.
Demikianlah plus-minus ketiga kontestan capres dan cawapres kita. Selamat memilih. Mari kita memilih dengan cerdas, bukan dengan perasaan emosi, sentimen suku, ras, dan agama, atau hal negatif lainnya, tetapi semata-mata dengan semangat untuk menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang adil, makmur, dan sejahtera. Siapapun yang akhirnya nanti menjadi pemenang dan tampil menjadi pemimpin di negeri ini, terlepas dari segala kelebihan dan kekurangannya, sudah sepatutnya kita dukung dengan satu tujuan untuk keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar