Minggu, 25 Oktober 2009

Kabinet Indonesia Bersatu atau Kabinet Koncoisme?

Pada hari Kamis, tanggal 22 Oktober 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah melantik para menterinya yang tergabung dalam Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB II). Seperti sudah diduga sebelumnya, posisi menteri banyak diisi oleh orang-orang partai politik dan profesional atau gabungan keduanya, dengan latar belakang yang beragam, baik suku, agama maupun ras. Banyak kritikan yang menyatakan kabinet ini tidak jauh berbeda dengan kabinet KIB I sebelumnya yang lebih banyak mempertimbangkan aspek politis daripada kompetensi. Banyak posisi menteri yang diisi oleh orang-orang yang tidak kompeten di bidangnya, bahkan ada kesan beberapa menteri diangkat hanya sebagai balas jasa atas dukungannya sebagai pimpinan partai koalisi maupun karena keberaniannya untuk secara terang-terangan memberikan dukungannya kepada SBY dalam kampanye pemilihan presiden yang lalu.
Sesungguhnya jabatan menteri memang merupakan jabatan politis, sehingga wajar apabila SBY lebih banyak mempertimbangkan aspek politis ketimbang kompetensi. Namun demikian tidak berarti SBY tidak mempertimbangkan aspek kompetensi sama sekali karena banyak juga orang-orang partai yang mempunyai latar belakang pendidikan, pengetahuan dan pengalaman di bidang profesional. Banyak orang partai yang juga sekaligus seorang profesional.

Figur SBY yang kalem, santun, dan religius memang merupakan magnit buat sebagian besar rakyat Indonesia yang secara kultur dan psikologis lebih menyukai orang-orang dengan karakter seperti SBY. Karakter yang sama juga melekat pada diri Boediono. Satu hal yang menarik, apabila kita menilik pada karakter para menteri pilihan SBY kali ini, bisa dibilang orang-orang yang dipilih sebagian besar mempunyai karakter yang kalem, santun, dan religius. Karakter tersebut bisa kita temukan antara lain pada diri Hatta Radjasa, Djoko Suyanto dan Agung Laksono yang dipercaya menjadi Menteri Koordinator. Hal tersebut menunjukkan kepada kita betapa SBY tidak hanya mempertimbangkan aspek politis dan kompetensi, namun juga pada kepribadian seseorang. Tugas seorang menteri adalah membantu presiden dalam menjalankan pemerintahan, oleh karenanya wajar apabila seorang presiden akan memilih orang-orang yang dapat dipercaya dan mempunyai karakter yang cocok dengan dirinya. SBY juga hanya memilih orang-orang yang mau loyal kepadanya, sebagaimana telah dia tegaskan pada pelantikan KIB II yang lalu. Presiden adalah nakhoda, loyalitas dan garis pertanggung jawaban menteri kepada presiden, bukan kepada pimpinan partainya masing-masing.

Hal yang perlu kita camkan adalah sistem pemerintahan yang kita anut adalah sistem pemerintahan presidensil. Rakyat memilih presidennya, lalu presiden yang memilih para menteri sebagai pembantunya. Setuju atau tidak setuju, pemilihan dan pengangkatan menteri adalah hak prerogatif presiden. Seorang presiden mempunyai kewenangan mutlak untuk memilih para pembantunya berdasarkan pertimbangan subyektifitasnya. Baik-buruknya kinerja para menteri nanti akan mereka pertanggung jawabkan kepada presiden sebagai kepala pemerintahan, sedangkan baik-buruknya kinerja para menteri yang mengakibatkan baik-buruknya pemerintahan adalah tanggung jawab presiden kepada rakyatnya. Namun demikian SBY tentu tetap memikirkan segala dampak dari pilihannya, hal tersebut dapat kita cermati dari penegasannya kepada para menteri untuk mengabdikan pikiran, waktu dan tenaganya untuk kepentingan rakyat dan kinerja para menteri tersebut akan dievaluasi setiap tahunnya, sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadinya reshuffle kabinet.

Demikianlah. Pemerintahan baru telah terbentuk, kita berikan kesempatan kepada mereka untuk mulai bekerja, tidak adil rasanya, apabila baru dilantik kita sudah meragukan apalagi menilai kinerja mereka. Mari kita dukung pemerintahan ini dengan satu tujuan untuk keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Semoga.

Tidak ada komentar: